Jumat, 18 Desember 2009

Sang Pemimpi


SEJAK Miles Production menyatakan akan memproduksi film Tetralogi Andrea Hirata, gue memutuskan untuk tidak membaca novelnya. Hal itu gue hindari lantaran kekecewaan setelah membaca Harry Potter.

Apa yang menjadi imajinasi saya dalam menelusuri kata demi kata di Harry Potter, tak seperti apa yang tergambar di film. Sejak itu, gue enggan membaca kelanjutan novelnya dan lebih memilih untuk menunggu sekuel filmnya.

Nah, begitu juga Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Sejak datang ke theatre, gue tidak pernah membuat sebuah ekspektasi di hati. Jadi, biarkan imaji yang tergambar di layar putih terekam dalam benak gue sesuai alur cerita.

Sang Pemimpi, masih bercerita tentang Tanah Belitong, sebuah pulau gugusan dengan Pulau Bangka. Dahulu, keduanya tergabung dalam provinsi Sumatera Selatan, hingga di era otonomi daerah membentuk provinsi Babel alias Bangka Belitung. Siapa tak kenal kerajaan PN Timah di era 1970an hingga akhir 1989. Inilah yang membuat tanah belitong ramai didatangi oleh warga dari luar pulau.

Andrea Hirata, tetap menceritakan kisah Muhammad Haikal, yang telah menginjak SMA. Bersama Arai, yang diasuh oleh ayah Ikal setelah kepergian orangtuanya. Lantaran tak ada SMA Negeri di Gantong, Ikal dan Arai pun harus menetap di Manggar karena satu-satunya sekolah negeri hanya ada di sana. Lalu keduanya pun bertemu Jimbron, remaja yatim piatu yang diasuh oleh seorang pendeta. Meskipun diasuh oleh seorang pendeta, Jimbron tetap taat belajar agama Islam di mesjid dekat kontrakan yg mereka tempati.

Scene diawali dengan kondisi Ikal yang telah bekerja di ibukota. Selanjutnya, akan diselingi flash backf ke masa kecil Ikal. Gue urung menceritakan seperti apa. Anda sendiri mungkin sudah baca bukunya, berbeda dengan gue. Hehehe!
False idea yang diungkap Andrea tentang betapa penting arti pendidikan dan lowongan kerja, seharusnya menjadi telaah bagi para pengambil kebijakan negeri ini bilamana menonton film garapan Riri Riza ini. Bagi gue, menonton Sang Pemimpi sama dengan flashback kehidupan gue.

Ayah juara satu sedunia. Gue banjir air mata. Saat scene menggambarkan ayah Ikal yang diperankan suami Mira Lesmana, Matias Muchus yg tergambar sudah tua dan bersepeda Ontel Raleigh favorit gue. Di situlah gue banjir air mata.

Ayah gue, juga begitu. Mengayuh sepeda dari rumah ke tepi jalan raya Siantan yang berjarak 2 Km lebih. Lalu menitipkan sepedanya di warung Pak Cik, dan naik angkot ke Pasar menuju Bank, untuk mentransfer sejumlah uang demi kebutuhan kuliah gue. Bahkan pernah sekali, ayah mengayuh sepeda dari rumah menuju pasar untuk mentransfer uang saku kebutuhan kuliah gue.

Dialah ayah juara satu sedunia!

Scene yg juga membuat gue banjir air mata adalah, saat Ikal dan Arai pamit untuk pergi ke Jakarta menumpang kapal. Adegan salaman Arai dan Ikal buat gue banjir air mata. Gue serasa melihat apa yang pernah gue alamin.

Dua hari setelah Ujian Ebtanas berakhir, di tahun 1998, gue pamit untuk pergi ke Jakarta menumpang Kapal Cepat Kapuas Express 1. Saat itu gue bersama beberapa orang teman sekelas, seperti Retha, Pee Wee, dan Halida.

Kalimat ibu Ikal, "Ini makanan untuk di kapal. Kami tak bisa berikan apa-apa," Persis seperti yg pernah diucapkan mama saat melepas gue pergi ke Jakarta sendirian untuk melanjutkan kuliah.

God! Sang Pemimpi .... Aku tidak peduli akting para pemainnya yang a,b, c, d ... z. Ingat boy, tak usah ko bilang si Ariel tak bagos mainnye, atau apelah tentang mereka. Anggap jak, saat ko tonton film ni, bayangkan teman-teman dari belahan daerah lain di negeri ini, yang memimpikan Jakarta demi cita-cita dan mimpi.

Boy, ko carilah false idea yang ade di film ni. Tak usah ko bilang a, i, u, e, o nye tak bagoss. Ade kalanye seorang aktor karbitan buat film ni jadi buruk ... tapi usah lah ko lupakan bahwa film ni sarat 'ngan pesan tentang pembangunan negeri, perampasan kekayaan daerah oleh pusat, dan pendidikan yang kurang merata di seluruh Indonesia.

Pemuda Pemudi Melayu ... Usah berpangku tangan. Janganlah budaya Melayu diklaim tetangga serumpun kitte, Bilamane die bise maju, cam mane kitte tadak boy?

9 komentar:

Ketika penonton merasakan kehidupannya terwakilkan oleh filmnya, memang akan merasakan sensasi yang demikian dahsyat yah.. saia pun suka adegan2 yang tadi disebutkan :-D

Semoga saia ada semangat untuk buat reviewnya ^^

setuju aku klo begitu boy....

*banjir airmata juga waktu scene ikal ngejar ayahnya yang lagi naik sepeda cuma untuk minta maap...* elap ingus

@dhodie: Hiks hiks ... pelem usai, gue msh aja ngelap air mata .. hahaha. Thanks Nobarnya kemarin .. and, ayo buat reviewnya ... Semangat Bro!!!!


@Isech: alah, jangan pulak tak setuju boy .. hahaha... pekik, tak ade pemude Melayu yang malas boy, bermimpilah!

hahahaha.. kamek belom nonton pula tuh :D besok jak lah :D

Film ini memang bagus, apa lagi tuk anak2 muda yg mudah menyerah tuk meraih cita2nya.Cita2 dan harapan memang tak mudah tuk diraihnya, perlu perjoangan yg gigih. Berharap dan bercita-citalah terus...karena itu adalah mimpimu

Ayahku, ayah juara 1 didunia.

sayah rasa setiap anak akan berkata seperti itu. Nice review, bikin terharu juga sama kisahnya mbak Nopi.


errr... ga niat baca bukunya mbak?

belum nonton sang pemimpi, jadi mo tidur dulu ah kali aja kesampean di alam mimpi (lol) *heu heu heu*

kalau saya menangis dari awal film sampe akhir film, semua adegan serasa menyayat2 hati huuuhuuu

illa .. aku dah punya bukunya ... cuma ditumpuk. ga dibaca ... hahahaha!

adief: ntar aku ceritain ya ... hehehehe

Bungil: jangan dong ... ntar isinya sesenggukan sepanjang nonton film

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More